Rasulullah SAW senantaiasa menanyakan status jenazah manakala beliau diminta untuk mensholatkan. Satu hal yang menjadi pertanyaan beliau tentang jenazah adalah masalah utang. Karena Rasulallah SAW senantiasa menolak untuk mensholatkan jenazah yang memiliki utang semasa hidupnya meski hanya beberapa dinar atau dirham ( berapa ya jika dikurs kan ke rupiah ).
Logikanya, jika hanya lantaran tersangkut utang hanya dengan nilai ribuan rupiah saja jenazah ditolak untuk disholatkan, bagaimana pula nasib jenazah para koruptor yang telah nyolong uang negara hingga miliaran bahkan triliunan rupiah? Bila mengacu pada kasus-kasus yang terjadi pada masa hidup Rasulullah SAW, tentunya terhadap para koruptor ini, Rasul tidak akan pernah menshalati jenazahnya.
Korupsi dalam bahasa Alqur’an sangat identik dengan kata “ghulul” yang bermakna tindakan penghianatan dan kejahatan. (fasad). Dikatakan penghianatan karena didalamnya terdapat prilaku ketidakjujuran dengan menyembunyikan sesuatu, dalam istilah popular khianat, kata antagonis dari amanah.
Disisi lain korupsi bisa dikatagorikan fasad, karena selain bisa berimplikasi bukan hanya sebatas pada kerusakan sendi-sendi negara bahkan lebih jauh bisa merontokkan eksistensi suatu bangsa. Dengan demikian fenomena bencana korupsi yang sedang melanda negeri nusantara tercinta saat ini, sudah tidak lagi menjadi persoalan kebangsaan semata, lebih dari itu sudah menyentuh pada peroalan umat.
Selanjutnya, tak satupun agama di dunia yang mentolerir atau membenarkan perilaku para koruptor ini, semua agama, siapapun “tuhannya” telah sepakat menyatakan “ SAY NO TO CORRUPT “. Bahkan lebih jauh lagi, secara moral yang sudah melembaga dalam kultur bangsa kita, disepakati bahwa perilaku korupsi diancam dengan sanksi social bukan hanya terbatas pada si pelaku saja, melainkan sampai pada generasi keturunannya.
Perilaku korupsi, termasuk di dalamnya suap, berakar dari sikap tamak, serakah, berlebih-lebihan yang akan berujung pada perbuatan melampaui batas. Perbuatan korupsi adalah merupakana reflkesi dari sikap tidak bisa menahan hawa nafsu, karena melawan hawa nafsu adalah merupakan kunci untuk bisa hidup sederhana, bersahaja yang pada akhirnya akan melahirkan pribadi-pribadi yang terhindar dari perbuatan korupsi.
Pada bulan ini, di bulan Ramadan yang suci dan pernuh berkah, adalah merupakan momentum yang tepat bagi kita, termasuk di dalamnya para koruptor dan pelaku gratifikasi, untuk kembali merenung dan menghayati arti dan esensi sebuah kehidupan duniawi, makna keberadaan seorang manusia, yang selanjutnya direfleksikan, diaktualisasikan dan diaplikasikan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian. Marhaban ya Ramadlan
Muhammad Ibnu Marki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar